Sinopsis Buku Jika Kita tak
pernah menjadi apa-apa
Penulis : Alvi Syahrin
Jumlah halaman : 236 halaman
Ukuran buku : 13
cm x 19 cm
Penerbit : Gagas Media
Buku ini berisi kumpulan
perjalanan hidup penulis dalam mencari jati dirinya “Mau jadi apa aku di masa
depan? Apakah aku tidak menjadi apa-apa?”. Semua hal yang di tulis dalam buku
ini merupakan hal-hal yang pasti di alami oleh semua orang ketika memasuki usia
20 tahun ke atas. Dimana pada usia tersebut terjadi sebuah krisis identitas
tentang karir, masa depan dan percintaan. Buku ini di tunjukkan kepada
seseorang yang sedang khawatir dengan masa depannya agar bias lebih tenang
dalam menyikapi kehidupan.
Tulisan di awali dengan kondisi
saat kita melihat teman-teman kita sudah sukses di usia 25 tahun sedangkan kita
masih belum sukses. Masih bergelut dengan jatuh bangunnya sebuah usaha
membangun masa depan. Terkadang muncul rasa minder ketika membuka social media
dan melihat kesuksesan teman-teman. Lalu kita mulai mempertanyakan apa itu
kesuksesan? Apakah sebatas kekayaan dan kepopuleran? Ataukah bias menikah
dengan orang yang di cintai juga termasuk standar kesuksesan?
Kemudian tulisan flashback ke
masa-masa ketika penulis gagal tes SBMPTN ke jurusan favoritnya. Namun, penulis
tetap ingin berada di jurusan itu sehingga penulis memilih gap year. Dan dalam
masa-masa gap year itu penulis merenung apakah jurusan ini sesuai kemampuannya?
Apakah ada jurusan yang menjamin kesuksesan? Apakah tahun depan ia akan salah
jurusan? Bagaimana cara memilih jurusan yang tepat? Apakah ia akan mampu kuliah
dengan maksimal misalnya berada di jurusan favoritnya? Lalu jurusan apa yang
menjamin kesuksesan?
Setelah lulus kuliah nanti mau
bekerja apa? Bagaimana jika pekerjaan yang kita inginkan bertolak belakang
dengan keinginan orang tua kita? Kenapa mencari pekerjaan sulit sekali?
Pekerjaan apa yang menjamin kekayaan? Berapa miliar tabungan yang harus di
miliki agar di sebut kaya?
Apakah standar kesuksesan di usia
muda? Apa saja yang tidak ketahui hal-hal pahit di balik kesuksesan di usia
muda? Lalu apakah sekarang aku sudah termasuk orang sukses? Apakah pada
akhirnya aku tidak pernah menjadi apa-apa dan sia-sia semua usahaku?
Membaca buku ini membuatku
seperti sedang berbicara dengan diriku sendiri tentang berbagai perjalanan
hidup yang telah ku lalui. Ketika aku melihat social media teman-temanku yang
sudah sukses duluan kemudian aku bertanya kepada diriku “Kapan ya aku bisa seperti
mereka?”
Nanti di masa depan aku mau jadi
apa? Apakah selamanya tidak akan menjadi apa-apa? Apakah semua usahaku selama
ini akan sia-sia? Mungkin aku lupa selama ini aku sudah menjadi banyak hal.
Menjadi anak, menjadi kakak, menjadi siswa,menjadi mahasiswa, menjadi relawan,
menjadi ketua komunitas dan lain-lain. Aku merasa tidak menjadi apa-apa karena
aku menggunakan standar kehidupan orang lain untuk berkaca. Aku lupa kalau apa
yang terbaik untuk orang lain belum tentu terbaik untuk diriku dan begitu pula sebaliknya. Aku terjebak pada
standar social tentang jumlah kekayaan yang dimiliki agar bias di sebut sukses.
Padahal sukses tak sebatas kekayaan di dunia saja, tapi juga tentang apa yang
sudah kita persiapkan untuk bekal pulang ke kampong akhirat. Kita sering pusing
memikirkan carannya hidup tenang tapi lupa mempersiapkan kematian yang tenang
(khusnul khatimah).