Mengelola Ego di masa pandemi

Masa pandemi tak hanya mengubah kebiasaan yang awalnya banyak beraktifitas di luar rumah menjadi di dalam rumah. Tapi juga mengubah perasaan dan pemikiran seseorang. Orang itu adalah aku. 
Ya, masa pandemi mengubahku menjadi seseorang yang kadang overthinking dan takut kekurangan. Sehingga ketika memiliki sesuatu pun menjadi besar sekali rasa kepemilikannya. Ini punyaku bukan punyamu. Mungkin tak hanya aku. Banyak orang juga yang merasakan hal itu. Ketika keuangan semakin menipis dan bekal makanan yang ada pun di hemat agar tidak cepat habis. 

Namun, terkadang ketika ada teman yang kesulitan dalam hal keuangan pun ada rasa untuk membantunya. Sekali dua kali tak masalah. Namun, jika setiap hari selalu minta bantuan makanan sedang ia masih mampu membeli hal lainnya maka perlahan muncul perasaan risih. Mulai ada rasa mengeluh :
"Temanku ketergantungan sama aku. Kok nggak malu sih dia"

Aku mulai mengurangi interaksi bukan karena marah. Hanya karena aku tidak ingin keceplosan mengucapkan kata-kata yang menyakitkan. 

Aku pun khilaf dan merasa lebih baik dari temanku "lebih baik aku yang selalu berusaha mandiri dan tidak meminta-minta".

Astaghfirullah,....
Lalu tadi ada obrolan aku dengan salah satu temanku yang lain.
"hay X, aku sudah mengganti minyakmu yang dulu pernah ku minta"

Dengan santai X pun menjawab "tidak perlu di ganti. Santai saja. Itu untuk bersama kok"

"Masya Allah, dermawan sekali si X" Batinku

Ya,aku sadar mungkin aku terlalu kaku dengan ego dan prinsipku yang berpikir setiap orang harus selalu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri. Memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa meminta-minta. Tapi aku tidak bisa memaksakan pemikiran tersebut ke setiap orang.

Mungkin temanku memang lagi butuh bantuan. Di masa krisis seperti ini bukan saatnya bersikap kaku meninggikan ego. Aku harus belajar mengelolanya. Walaupun kadang tidak mudah. 

Aku tidak bisa bersikap keras terhadap orang lain. Kalau kepada diri sendiri mungkin aku memang harus keras. Tapi kepada orang lain aku perlu bersikap lunak. Aku perlu berbagi dan meyakinkan diri kalau berbagai tak mengurangi apa yang ku miliki. Memang secara fisik barangnya berkurang, namun pahalanya berkembang dengan syarat bisa ikhlas memberi. Walaupun sampai saat ini aku masih menerka-nerka apa itu ikhlas. Tapi aku pasti bisa mencapainya walaupun secara perlahan-lahan.

2 Komentar

Terima kasih atas kunjungannya ke blog saya. Silahkan memberikan komentar dan menunggu saya memberikan balasan terhadap komentar anda.

  1. Ada kalanya bersikap bodo amat ada kalanya juga kepikiran kalo separoh dari rezeki kita adalah rezeki orang lain. Nah niku gimana ya? ��

    BalasHapus
  2. 😭😭😭😭 aku merasa tertampol online

    BalasHapus
Lebih baru Lebih lama