BIOGRAFI DAN GAGASAN GAGASAN BAPAK DINO PATTI DJALAL

LOMBA GENERASI MUDA MENJAWAB TANTANGAN MASA DEPAN,




Biografi Dino Patti Djalal

Biografi Dino Patti Djalal

Nama Lengkap :  Dino Patti Djalal
Panggilan :
Agama : Islam
Tempat Lahir : Beograd,Yugoslavia
Tanggal Lahir : 10 September 1965
Zodiac :
Hobby :
Warga Negara : Indonesia
Biografi:
Dino Patti Djalal dilahirkan dalam sebuah keluarga diplomatik. Ayahnya, Profesor Hasjim Djalal, adalah Duta Besar Indonesia untuk Kanada dan Jerman, dan pakar internasional tentang hukum laut. Dino Djalal sempat menjalani pendidikan Islam (Muhammadiyah SD dan SMP Al Azhar Tinggi) dan pendidikan Barat - ia lulus dari Maclean High School di Virginia pada tahun 1981 pada usia 15 tahun, dan kemudian memperoleh gelar Bachelor's Degree in Political Science dari Carleton University (Ottawa, Kanada) dan gelar Master in Political Science dari Simon Fraser University (British Columbia, Kanada).



Pada tahun 2000, ia menerima gelar Doktor dari London School of Economics dan Ilmu Politik, setelah menyelesaikan dan mempertahankan tesis mengenai diplomasi preventif di bawah pengawasan para ulama terkemuka di Asia Tenggara almarhum Profesor Michael Leifer. Dino bergabung dengan Departemen Luar Negeri Indonesia pada tahun 1987. Dia telah diposting ke Dili, London dan Washington DC, sebelum diangkat sebagai Direktur Urusan Amerika Utara (2002-2004). Dalam tahun-tahun awal karirnya, sebagai asisten kepada Direktur Jenderal untuk Urusan Politik Wiryono Sastrohandoyo, ia terlibat dalam konflik Kamboja, penyelesaian konflik Moro di Filipina, Laut Cina Selatan sengketa, dan konflik Timor Timur.
Dino ditunjuk Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat, seorang penulis pidato, pemuda aktivis, akademisi, dan penulis best seller nasional. Dia sebelumnya merupakan Staf Khusus Urusan Internasional dan Juru Bicara Presiden untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Dia bersama Robert Scher dari Pentagon - adalah conceptor dari "US-Indonesia Security Dialog", konsultasi bilateral tahunan pada masalah-masalah keamanan dan pertahanan sejak 2001, hingga saat ini.
Dino juga conceptor Kehutanan-11 yang melibatkan negara hutan hujan tropis di Asia, Afrika dan Amerika Latin, untuk meningkatkan peran kritis mereka sebagai bagian dari karbon global terhadap perubahan iklim. Dia juga salah satu arsitek dari Global Inter-Media Dialog, sebuah proses yang disponsori negara Indonesia dan Norwegia untuk mempromosikan kebebasan pers serta toleransi agama dan budaya. Dia juga Sherpa Indonesia untuk G-8 Outreach Summit pertemuan di Hokkaido, Jepang pada tahun 2008.
Dino Djalal menikah dengan Rosa Rai Djalal, dan mereka diberkati dengan 3 anak-anak: Alexa, Keanu dan Chloe. Rosa adalah seorang dokter gigi, lulusan Universitas Indonesia dan dilatih di Columbia University. Dia juga menjalankan sebuah sekolah dasar yang memberikan pendidikan, bebas biaya, kepada anak-anak dari keluarga miskin di Cilegon, Jawa Barat.
Pertengahan tahun ini, dia mempertimbangkan untuk mundur dari jabatannya sebagai Duta Besar Amerika Serikat. Pengunduran dirinya berkaitan dengan permintaan Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengikuti konvensi calon presiden 2014
GAGASAN GAGASAN PAK DINO PATI DJALAL


Dino Pati Djalal; “Mereka Punya Kekuatan Besar dan Luar Biasa”

Untuk pertama kalinya dalam sejarah Indonesia berlangsung perhelatan akbar yang melibatkan lebih dari 2.000 orang Indonesia yang berada di berbagai negara di lima benua. Mereka berkumpul di Los Angeles Convention Center dalam acara bertajuk Congress of Indonesian Diaspora (CID). Kongres yang berlangsung 6-8 Juli lalu itu menghasilkan Deklarasi Diaspora Indonesia. Salah satunya, membangun komunitas global diaspora Indonesia yang dinamai Jaringan Diaspora Indonesia.
Dino Pati Djalal, Diaspora, Amerika, Indonesia, profesional, entrepreneur, luar negeri
Dino Pati Djalal

Dino Pati Djalal, Duta Besar RI untuk Amerika Serikat, adalah penggagas penyelenggaraan hajatan yang menelan biaya US$ 820 ribu ini. “Sebenarnya hingga sekarang dana itu masih tekor. Tapi, it’s okay,” ungkapnya. Mengapa mesti ada CID? Apa manfaatnya bagi masa depan Indonesia? Berikut ini perbincangan wartawan SWA Herning Banirestu dengan Dino.
 Bagaimana ide awal Jaringan Diaspora Indonesia?
Ketika mendapat penugasan sebagai Duta Besar untuk AS, yang pertama kali saya lakukan adalah bertemu dengan masyarakat Indonesia yang ada di AS. Pertemuan dengan beberapa komunitas di sana ternyata memperlihatkan kesan yang sama, mereka mencintai dan kangen Indonesia. Bahkan, yang sudah 20 tahunan tinggal di AS dan berganti generasi pun ingin mengenal lebih jauh tanah leluhurnya meski generasi baru ini tidak bisa berbahasa Indonesia. Dan yang membuat saya terkejut, banyak dari mereka adalah orang-orang yang luar biasa. Tidak sekadar kaya, mereka juga orang-orang yang memiliki potensi, ada profesor, fashion designer, profesional dan tokoh masyarakat. Saya amati ternyata mereka tidak saling kenal, tetapi semangatnya besar dan cinta Indonesia.
Saya lihat mereka punya kekuatan besar, hanya saja masih dalam kelompok-kelompok kecil. Berangkat dari situ, kemudian saya terpikir mencetuskan Kongres Diaspora Indonesia di AS. Ketika saya meminta restu kepada Presiden RI, Bapak SBY, beliau malah bilang mengapa tidak diglobalkan saja menjadi Diaspora Indonesia seluruh dunia.
//Artinya ini didukung pemerintah?//
Ya, karena idenya dari KBRI, tentu didukung negara. Alhamdulillah, tidak ada yang menolak ide itu, justru mereka bilang, inilah yang kami tunggu-tunggu. Rupanya mereka menanti ada sinyal dari Indonesiabahwa keberadaan mereka di luar negeri itu diterima, bahwa pemerintah kita welcome.
//Mengapa mereka punya perasaan demikian?//
Selama ini kita selalu problem oriented. Departemen Luar Negeri memiliki departemen khusus yang mengurus orang Indonesia di luar negeri, yaitu Direktorat Perlindungan WNI. Artinya, kita hanya sibuk mengurusi WNI bermasalah yang berada di luar negeri. Misalnya, 500 orang bermasalah. Ada 10 juta orang Indonesia di luar negeri, artinya yang diperhatikan 500 orang yang bermasalah saja. Adapun yang tidak bermasalah mestinya bisa dikelola karena mereka berkarya di luar negeri.
//Bagaimana sebenarnya ketika merancang dan mempersiapkan Kongres Diaspora Indonesia?//
Susah sekali. Berangkat dari nol, hanya berawal dari sebuah ide. Jujur ini zero budget dari pemerintah. Tidak ada anggaran pemerintah untuk ini. Ide baru muncul Desember 2011. Februari 2012 kami keluarkan undangannya dan Juli penyelanggaraan acara. Dengan susah payah CID ini diselenggarakan, terutama dari segi logistik dan dana. Kami didukung pihak swasta sebagai sponsor, seperti Pertamina, Garudafood dan Sehat Sutardja. Perusahaan Amerika-Indonesia umumnya juga memberikan sumbangan. Terkumpul US$ 820 ribu.
Ketika pengumuman dikeluarkan, responsnya bagus, sehingga memudahkan kami menggalang dukungan. Sebanyak 2.069 orang datang dan mereka bayar sendiri lho akomodasinya ke AS. Mereka datang dari seluruh penjuru negeri demi cita-cita besar, seperti Sumpah Pemuda dulu.
Apa yang terjadi di kongres itu?
Saya sebenarnya agak deg-degan karena tidak tahu bagaimana sih mengelola 2.000 orang yang berkumpul dalam satu tempat. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia dengan bahasa yang berbeda. Mereka semuanya berbahasa Indonesia, tetapi bahasa kedua mereka beda. Saya wonder, mereka akan nyambung tidak, akan kaku tidak, apakah mereka akan nyetrum merasa saling terkait. Nyatanya setelah registrasi, mereka sangat hangat, saling menyapa, saling berpelukan. Bahkan, ada yang menangis. Unbelievable, saya merinding, luar biasa. Perasaan sebagai komunitas itu sudah timbul di hari pertama.
Apa yang ingin dicapai dari kongres itu?
Hasilnya menurut saya yang paling penting adalah timbulnya identitas kolektif dan suatu kebanggaan sebagai orang Indonesia dan bagian dari diaspora Indonesia. Tidak ada persepsi negatif, merasa nasib malanglah, dan sebagainya. Justru mereka merasa bangga. Kongres juga menghasilkan Deklarasi Diaspora Indonesia. Key word-nya sinergi. Dalam pidatonya, Presiden menyampaikan hal yang sama. Yang kami tahu, dan ini sangat sensitif, Diaspora Indonesia tidak mau dipaksa atau dibujuk hanya untuk kepentingan Indonesia. Karena banyak dari mereka sudah generasi kedua, ketiga dan warganegaranya juga sudah berubah.
Jadi, untuk menyukseskan gerakan Diaspora ini harus tiga arah. Bagi diaspora Indonesia yang ingin membantu masyarakat Indonesia karena alasan solidaritas, ini bisa dilakukan. Kedua, ada juga diaspora yang ingin membantu diaspora Indonesia lain. Sebab, ada juga diaspora yang dari kalangan TKI atau TKW yang sebagian tertimpa kemalangan. Ketiga, yang dari Indonesia membantu diaspora yang ada di luar. Bukan hanya diaspora untuk Indonesia, juga sesama diaspora, dan juga dari Indonesia untuk diaspora.Jadi, ini memang aset luar biasa, yang selama ini tidak kita perhatikan atau kita lirik.
Kok kepikiran menggagas CDI? Apakah karena membandingkan dengan diaspora negara lain?
Itu salah satunya. Namun, sebenarnya ini semua lebih banyak aspirasi dari diaspora Indonesia sendiri, baik yang banyak ilmunya maupun banyak duitnya. Pertanyaan mereka satu, “Pak, kami mau melakukan sesuatu, apa sinyal dari pemerintah?”Contohnya, Sehat Sutardja, salah satu inovator Amerika terkemuka dari Indonesia yang membuat semikonduktor. Dia memiliki 7.000 pegawai dan kantornya ada di delapan negara,.tetapi tidak di Indonesia. Saya tanya, “Kenapa?” Dia bilang, dia pernah mau ke Indonesia, tetapi tidak merasa di-welcome. Dengan demikian, ada yang salah, ada yang keliru dengan kebijakan kita dalam melihat orang Indonesia yang ada di luar negeri. Hanya dilihat paspornya. Kalau dia WNI, welcome, dilayani. Kalau bukan WNI, kita cenderung masa bodoh. Mungkin karena menganggap mereka sudah meninggalkan Indonesia. Padahal, kecintaan mereka pada Indonesia tidak pernah surut.
Dibandingkan dengan diaspora dari negara lain, bagaimana diaspora Indonesia?
Kekuatan paling utama diaspora Indonesiaadalah kekuatan sebagai hub. Diaspora Indonesia akan menjadi penghubung untuk gagasan, solusi, sumber daya dan jaringan guna membangun kesejahteraan bersama. Para diaspora ini menjadi hub bagi perusahaan di Indonesia agar produknya bisa digunakan perusahaan di AS, seperti yang dilakukan Edwin yang membuat start-up company. Dia menyuplai produk TI untuk perusahaan-perusahaan di Silicon Valley yang ternyata di-outsource ke Tegal. Artinya, para diaspora ini membuka peluang baru.(*)

Posting Komentar

Terima kasih atas kunjungannya ke blog saya. Silahkan memberikan komentar dan menunggu saya memberikan balasan terhadap komentar anda.

Lebih baru Lebih lama